Pendidikan, Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat itu merupakan nilai-nilai mulia yang terkandung dalam Tridarma Perguruan Tinggi. Dikaji ulang dari sisi manapun tidak ada yang akan menyatakan bahwa semua ini salah. Hingga Jutaan masyarakat tiap tahunnya rela melakukan apa saja agar putra dan putrinya bisa diterima dan di didik di Perguruan tinggi. dengan harapan suatu saat bisa mandiri, berbakti kepada mereka dan berguna bagi Negeri ini.
Perguruan Tinggi merupakan jenjang pendidikan formal terakhir, dari sanalah Negara kita ini berharapan akan lahirnya sumber daya manusia handal untuk membangun kesejahteraan dan kemakmuran. SDM handal yang didambakan itu tidak lahir dengan proses karbitan. Generasi ini lahir melalui proses pembinaan dan pengelolaan karakter yang alami untuk matang. Ibarat buah matang dipohon rasa manis dan daya tahannya beda dengan buah karbitan.
Pemrosesan mahasiswa di perguruan tinggi secara baik dan benar merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar lagi untuk dipertanggung jawabkan kepada orang tua–orang tua mahasiswa, karena mereka rela memberikan kompensasi sebagai nilai kepercayaan untuk membina dan mendidik putra dan putri mereka.
Mahasiswa, akan kemanakah setelah diwisuda dengan gelar Sarjananya. Perlu kita bertanya sudah cukupkah selembar Ijazah dan gelar akademik yang dilegalitas oleh Perguruan Tinggi tersebut. Sudah sebandingkah kompensasi pendidikan yang mereka lakoni selama ini dan seberapa handal “Jurus-jurus“ yang diperoleh untuk menghadapi kenyataan dilingkungan masyarakat luas.
Mahasiswa pun tidak bisa selalu dibenarkan, orang tua rela berkonsentrasi untuk selalu memberikan “beasiswa“ secara gratis untuk biaya pendidikan tiap hari atau tiap bulannya. dengan permintaan belajar, belajar dan belajar. prestasi dalam belajar itulah yang membuat orang tua terus mensubsidi biaya pendidikan sang harapan bangsa ini.
Mahasiswa pun perlu pemahaman dari seluruh aspek dalam mencermati permintaan belajar dari orang tua. Belajar itu tidak selalu diartikan harus baca buku pelajaran melulu, datang ke kampus, dengerin dosen lalu pulang. Tiap semester harapkan IPK skala 3.00, empat tahun berlalu wisuda pun datang dengan gelar akademik “ Sarjana“ pun sah dalam gengaman. Tetapi sampai sekarang kok belum ada yang nawarin dan mengajak kerja pada hal “Awak ni“ lulusan Universitas terkenal dengan jumlah mahasiswa ratusan ribu.
Tetapi harapan tinggal harapan dan bermimpi burukpun tidak pernah saat sang mahasiswa tersebut parkir dirumah tiap hari dengan gelar Sarjana Pengangguran. Sudah jadi rahasia umum di Negeri tercinta ini ratusan ribu sarjana pintar yang antri mencari dan berebut kalimat “dibutuhkan atau dicari“ baik dimedia massa atau melalui “Departemen perburuhan“ setempat.
Ironisnya, ada mahasiswa yang nota-bene tidak pintar-pintar amat, IPK nya ditulis dengan kata CUKUP, tetapi bisa tampil dengan mengesankan dengan bermodalkan apa yang dia bisa dan sedikit kepercayaan yang diberikan untuk mengelola sebuah usaha ataupun mengisi ruang-ruang vital dalam melayani jutaan konsumen.
Usut sana sini, kenapa ini berlaku?. jawaban positif dan negatif pun bermunculan. faktor nasib dan keberuntunganlah, karena ini, karena itulah dan sebagainya dan sebagainya. Bahkan ada yang berpendapat di dalam seminar yang dilaksanakan belum lama ini, bahwa sistem pendidikan Negara inilah yang membuat jadi begini. Benar atau pun salah pendapat itu, semua terserah penilaian berjutaan orang di ranah ini.
Sejatinya, mahasiswa dengan kepintaran rata-rata ini telah membuat anak tangga kesuksesan bersama komunitasnya untuk mengembangkan kepribadian, keterampilan serta keilmuan yang disebut kegiatan kemahasiswaan atau organisasi kemahasiswaan. Ditempa dan diasah oleh berbagai pengalaman dalam menjalani kegiatan dan segala macam hal yang dihadapi, telah menjadikan dia tumbuh, tangguh, berkembang dan matang bersama Networking Almamaterisme yang disulamnya. Hingga waktunya tiba tinggal melangkahkan kaki dengan anak tangga yang telah dibangunnya memasuki ruang sukses yang telah menanti dimasyarakat.
Keyword buat mahasiswa gemilang ini adalah dia telah diproses dengan baik oleh Kampus yang lebih mengutamakan pendidikan sesuai dengan karakter dan cita-cita mahasiswanya, mampu mengelola Alumninya dan membangun jembatan kerjasama yang konsekwen dengan masyarakat global.
Jadi masyarakat yang punya keinginan putra-putri suskses janganlah mempercayakan pendidikan kepada iklan. Carilah lembaga pendidikan yang memproses SDM yang handal. Agar beberapa tahun yang akan datang bermunculan SDM yang siap menghadapi kondisi dan tidak merengek-rengek mempersalahkan keadaan. Karena untuk membangun negara yang makmur dan sejahtera diawali dari diri sendiri. Bila jutaan orang melakukan hal sama, tidak mustahil bumi pertiwi ini meraih cita–cita nya.(Budi/Almamater)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar