21 Juli, 2008
Memahami 100 Tahun Kebangkitan Nasional
Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis, berkat nikmat Tuhanmu kamu sekali-kali bukan orang gila. Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. Maka kelak kamu akan melihat dan mereka (orang-orang kafir) pun akan melihat, siapa di antara kamu yang gila. (Al Qalam: 1-7).
Bahwa dalam kehidupan manusia ada ajaran yang datangnya dari Allah Swt dan dari manusia dengan memperturutkan akalnya. Hanya dengan tuntunan Allah-lah, manusia tidak akan gila, melainkan akan mendapat kebaikan selamanya. Kemudian Allah Swt juga menyatakan bahwa suatu saat nanti, semua akan mengatahui, siapa yang bermartabat dan siapa yang gila.
Bertepatan dengan abad Kebangkitan Bangsa Indonesia, dari catatan sejarah menunjukkan adanya gerak juang yang dilakukan sesuai tuntunan yang datangnya dari Allah Ta’ala, dan ada yang memperturutkan akalnya saja.
Tahun 1908, ditandai sebagai hari kebangkitan, beberapa organisai pergerakan menuju Indonesia merdeka mulai melakukan berbagai kegiatan, baik di bidang sosial maupun keagamaan, membangun persatuan dan kesatuan, dengan bersungguh-sungguh sesuai kesanggupan, langkah ini sesuai dengan ajaran Tuhan.dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal (Al Hujuraat:13)Dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi (Al Anfaal: 60)
Akan tetapi ada yang melakukannya dengan memperturutkan akalnya, memperturutkan hawa nafsunya, mengikuti ajaran rekaan manusia. Mereka mengobarkan pergolakan rakyat di antaranya, di Karisidenan Jakarta, Banten, Priangan Solo, Kediri, dan beberapa wilayah di Jawa lainnya, tidak ketinggalan di Silungkang, Sumatera. Seperti itulah gerakan yang dilakukan golongan komunis, yang menganut faham hictorical materialis yang atheis. Mereka bergerak sporadis dan anarkhis.
Pergolakan yang mereka lakukan di tahun 1926, lalu mereka ulangi dengan gerakan bawah tanah pada tahun 1936, dilarang oleh Belanda akhirnya mereka lari ke luar negeri dan muncul kembali setelah bangsa Indonesia merdeka.Mereka muncul di Brebes, Tegal dan Pemalang, dengan melancarkan pemberontakan. Akan tetapi gerakan mereka akhirnya ditumpas aparat keamanan.
Bagi mereka yang mengikuti tuntunan Allah Swt, sesuai janji-Nya ternyata memperoleh berbagai kemudahan dan keberuntungan. Janji Allah Swt tersebut, disebutkan pada ayat 17 surat 8, bertepatan dengan tanggal dan bulan kemerdekaan:
Maka bukan kamu yang membunuh mereka, akan tetapi Allah-lah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian) untuk memberi kemenangan kepada mereka yang percaya kepada janji tuhannya dengan kemenangan mudah dan baik serta nyata. (Al Anfaal: 17).
Bukan bangsa Indonesia yang mengusir ketika Belanda terusir dari Indonesia, bukan bangsa Indonesia yang melempar bom di Nagasaki dan Hirosima, ketika Jepang kalah dalam perang Asia Timur Raya, akan tetapi keadaan itu tercipta atas kehendak-Nya, supaya bangsa Indonesia bebas merdeka. Sedangkan keberuntungan itu di antaranya ketika bangsa Indonesia mengikuti tuntunan-Nya sebagaimana disebutkan pada surat 8 ayat 45 yang juga bertepatan dengan bulan dan tahun kemerdekaan:Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh) mu, maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah Allah sebanyak-banyaknya agar keberuntungan berada dipihakmu. (Al Anfaal: 45)
Ketika menghadapi agresi Belanda. bangsa Indonesia benar-benar mengikuti tuntuan Tuhannya, berteguh hati dengan bertekad merdeka atau mati lalu bertakbir menyebut nama Illahi Robbi. Bangsa Indonesia benar-benar beruntung, walaupun dengan kondisi seadanya, harus menghadapi pasukan berkelas komando “Special Tropen” yang berpengalaman dalam PD II, ternyata bukan hanya saja mampu bertahan, bahkan memperoleh kedaulatan. Berapa banyak saat ini ditemukan amunisi sisa tentara Belanda yang masih aktif tetapi tidak meledak, bukankah ini keberuntungan.
Demikian pula untuk menata system tata negara, bangsa Indonesia melakukannya dengan musyawarah sesuai tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Bersepakat menetapkan konstitusi negara yaitu Pancasila dan UUD 1945. Langkah ini sesuai dengan firman Allah Swt:
Dan (bagi) orang-orang yang mematuhi seruan Tuhannya dan mendirikan sholat, dan urusan mereka diputuskan dengan musyawarah antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang diberikan kepada mereka (Asy Syuura: 38)
Ayat ini telah mengilhami disepakatinya Pancasila, perintah untuk mematuhi seruan Tuhannya telah dijadikan salah satu dasar bagi ideologi negara, dan itulah taukhid yang dibawa para nabi sejak dulu kala, telah dijadikan titik sentral pendirian Negara Indonesia, Mendirikan sholat dalam pengertian mencegah yang keji dan munkar, dan keutamaan sholat adalah berjamaah, telah pula dijadikan dasar bagi ideologi negara dalam wujud menghargai hak-hak manusia, secara adil dan beradab lalu menjaga persatuan bangsa.
Kemudian, urusan mereka dilakukan dengan musyawarah, ternyata telah dijadikan karakter bangsa, karena dengan musyawarah, setiap warga negara boleh menyampaikan pikirannya, sepanjang tidak bertentangan dengan hukum Tuhannya, sedangkan menafkahkan rizki, ternyata juga dijadikan dasar bagi bangsa Indonesia dalam upaya mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh bangsa. Dasar-dasar itu semua, tertuang dalam Pancasila.
Pancasila benar-benar diilhami tuntunan Allah Swt, karena itu Bung Karno menyatakan dalam pidatonya, bukan dia pencipta, akan tetapi hanya penggali Pancasila, karena pencipta adalah Allah Yang Maha Kuasa.
Segala yang dilakukan bangsa Indoesia, benar-benar sesuai dengan tuntunan Allah Swt, sejak awalnya, sehingga pergerakan kemerdekaan benar-benar dekat dengan rahmat-Nya.
Soekiman, salah satu anggota BPUPKI pada pembahasan Rancangan UUD menyatakan: “Syahdan, setelah mempelajari dengan seksama Rancangan UUD Negara kita tadi, maka sebagai kesimpulan akhir saya mengatakan bahwa Rancangan ini, bersystem sendiri, berbeda dengan UU beperapa negara yang terkemuka di dunia ini, seperti Dai Nippon, Amerika, Rusia, Perancis dan lainnya. Inilah yang menjadi kekuatannya...”.
Konstitusi bangsa Indonesia benar-benar memiliki kekuatan, dan itu karena adanya pengakuan terhadap keberadaan Tuhan. Akan tetapi, dalam perjalanan sejara berikutnya, selalu saja ada yang ingin merubah Pancasila dan UUD 1945, akan tetapi selalu saja mengalami kegagalan dan tidak berdaya.
Di dalam Konstituate hasil Pemilu 1955, ada yang menginginkan Indonesia dijadikan negara agama dan ada yang menginginkan Indonesia sebagai negara bebas beragama, akibatnya terjadi pemberontakan di mana-mana. Untuk menyelamatkan bangsa dari perpecahan, Bung Karno mengeluarkan Dekrit tahun 1959, kembali kepada UUD 1945.
Selanjutnya, kuatnya infiltrasi PKI, Pancasila di peras menjadi Tri Sila lalu diperas lagi menjadi Eka Sila yaitu Gotong Royong. Tanpa Ke Tuhanan Yang Maha Esa, maka Gotong Royong yang tampak baik menurut manusia, ternyata kehilangan nuansa religius karena gotong royong bisa saja digunakan untuk kejahatan. Kondisi ini telah bermuara kepada terjadinya kudeta, pada 30 September 1965, akan tetapi tidak berlangsung lama, karena PKI tidak berdaya, menghadapi pendukung Pancasila.
Orde Baru dengan “Konsensus Nasional” bertekad melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekwen. Sejak itu bangsa Indonesia mulai menata sistem ketatanegaraan sesuai UUD 1945 lalu melaksanakan pembangunan sesuai cita-cita kemerdekaan. Berbagai hasil pembangunan mulai dapat dirasakan oleh bangsa Indonesia, akan tetapi merupakan Sunnah Allah Ta’ala, ketika Oede Baru terlalu lama berkuasa, KKN mulai merajalela, politisi sulit bicara, kesejahteraan tidak merata, yang bermuara muculnya gerakan rakyat terbuka, menuntut penguasa turun tahta.
Gerakan rakyat yang dikenal dengan reformasi, sayangnya, gerakan yang tanpa konsepsi, akhirnya bias dan tak terkendali, kondisi ini dimanfaatkan oleh meraka yang selama ini ingin merubah konstitusi negara. Reformasi bukan lagi gerakan meluruskan pengalahgunaan kewenangan, melainkan berubah menjadi gerakan merombak sistem tatanegara, yang membuat bangsa Indonesia keluar dari kesepakatan.
Keadaan ini pernah disabdakan Rasulullah saw:Tidak akan terjadi kiamat, sebelum umatku mengikuti jejak umat beberapa abad sebelumnya, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta. Ada orang yang bertanya: “Ya Rasulullah, mengikuti orang Persia dan Romawi? Jawab Beliau: “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. Al-Bukhari dari Abu Hurairah ra, shahih).
Begitulah sebagian umat Islam mulai mengagumi, lalu tanpa disadari mulai mengikuti, peradaban Romawi warisan dari Yunani. Mengikuti peradaban Yunai Kuno yang diilhami mitos evolusi dan faham materialis, yang tidak mengenal Tuhan atau atheis, telah menjadikan musyawarah yang bernuansa religius, bergeser menjadi demokrasi materialis, dengan menganut sistem one man one vote, kebenaran ditentukan suara mayoritas.
Betapa sedihnya, ketika Umat Islam Indonesia mulai memandang sebelah mata, terhadap tuntunan yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya, lalu lebih mengagung-agungkan akalnya, dan memperturutkan hawa nafsunya
Beberapa hal yang perlu dicermati bersama, merubah UUD 1945 dengan semena-mena, telah bertentangan dengan firman Allah Ta’ala:
dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu (urusan apa saja). Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada-Nya. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada Nya. (Ali Imran: 159).
Ayat ini memberi isyarat bagi manusia, walaupun hukum buatan manusia itu tidak pernah ada yang sempurna, tetapi ketika kesepakatan telah diambil bersama, maka Allah suka jika mereka menetapinya. Dan setiap yang Allah suka, pasti membawa kebaikan bagi yang mematuhinya, di antaranya berupa pertolongan yang tidak disangka-sangka, seperti pertolongan Allah Swt, ketika bangsa ini merdeka.
Pendiri negara memberi peluang untuk merubah UUD 1945, karena disadari bahwa buatan manusia tidak ada yang sempurna, akan tetapi tidak untuk digunakan semena-mena, melainkan jika negara memerlukan seperti ketika untuk memperoleh kedaulatan, bentuk negara disyaratkan dalam bentuk serikat, maka diberlakukannya UUD Sementara. Kedaulatan Negara adalah sesuatu yang sangat penting bagi sebuah negara, karena itu memberlakukan UUD Sementara bukanlah sekedar kepentingan rakyat saja, atau pemerintah saja, apalagi sekedar kepentingan politisi saja, melainkan kepentingan seluruhnya, termasuk wilayah teritorialnya.
Mari kita cermati, apakah perubahan UUD 1945 dengan dalih amandemen benar-benar kepentingan negara atau hanya kepentingan politisi yang tanpa disadari mereka ditunggangi, oleh gerakan yang sejak lama ingin merubah system negeri ini, disaat sebagian umat Islam juga mulai mengagumi peradaban Romawi seperti yang telah diisyaratkan Nabi.
Kedaulatan rakyat, yang dikehendaki UUD 1945, diwujudkan dalam bentuk musyawarah dan bukan demokrasi yang menganut system “one man one voote” mengukur kebenaran dan kebaikan dengan suara mayoritas.Di saat kondisi bangsa seperti saat ini, seolah tidak ditemukan solusi, lalu ada yang menyuarakan untuk menegakkan syari’at Islam dengan cara semaunya. Karena itu mari kita bandingkan mekanisme sebelum dan sesudah dirubahnya UUD 1945, mana yang lebih dekat dengan syari’at Allah Ta’ala.
Membatasi masa kepemimpinan
Islam tidak membatasi masa jabatan kepemimpinannya melainkan jika meninggal dunia, uzur tidak dapat lagi melaksanakan kepemimpinannya, mengundurkan diri atau melakukan kesalahan.Setelah UUD 1945 diganti, hanya karena Soeharto berkuasa cukup lama maka masa jabatan Presiden dibatasi padalah Soeharto bukan jadi Presiden selama 32 tahun melainkan tetap hanya lima tahun lalu dipilih kembali.
Pada masa Pemerintahan di Madinah, mulai Rasulullah saw, Abu Bakar, Umar, Usman sampai Ali, menjadi kepala pemerintahan sampai menginggal dunia. Bagaimana jika ada pemimpin yang baik, lalu hanya karena undang-undang buatan manusia, terpaksa harus diganti, walaupun pemimpin yang baru sebagai penggantinya tidak lebih baik.
Persyaratan menjadi pemimpin
Setelah UUD 1945 diganti, untuk menjadi Presiden maka calon presiden mendaftarkan diri minta dipilih.Hal ini bertentangan dengan sabda Rasulullah saw:
Janganlah engkau meminta kepemimpinan (jabatan), karena jika engkau diberi jabatan tanpa meminta, niscaya engkau akan ditolong (oleh Allah dengan diberi taufiq kepada jalan kebenaran), akan tetapi jika kau dapatkan jabatan karena meminta, niscaya akan diminta (pertanggungjawabannya) kepadamu (tanpa pertolongan) (HR. Bukhari, dalam sahihnya no.7146 dan 7147)yang mengherankan, tidak sedikit ustad atau kiyai yang sudah pasti tahu hadist ini, ternyata ikut-ikutan mencalonkan diri untuk menjadi pemimpin.
Bung Karno, dijemput di Rengasdengklok, oleh kaum pergerakan untuk membacakan Proklamasi yang kemudian menggiringnya menjadi Presiden pertama.Pak Harto,dalam setiap pelaksanaan Sidang Istimewa MPR selalu dihubungi oleh para pimpinan fraksi meminta kesediaannya untuk dicalonkan sebagai Presiden.Pak Habibie, jadi Presiden karena memang harus jadi Presiden sebagai pengganti Presiden yang berhenti.
Gus Dur, diminta oleh para pimpinan fraksi di MPR untuk dicalonkan menjadi Presiden.
Megawati, jadi Presiden karena memang harus jadi Presiden sebagai pengganti Presiden yang berhenti.Setelah UUD 1945 diganti, Undang-undang menghendaki Susilo Bambang Yudhoyono, mencalonkan dan mendaftarkan dirinya ke KPU menjadi calon Presiden, untuk dipilih oleh seluruh rakyat Indonesia.Karena itu, boleh jadi sejak kepemimpinan SBY, jauh dari pertolongan Allah Swt ditandai dengan berbagai bencana terus menerus terjadi tanpa henti dan tanpa diduga. Allah Swt telah memperingatkan melalui firman-Nya: Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya. (Al A’raaf: 96)
Musyawarah
Peserta
Rasulullah saw bersabda:
“Seorang yang diminta musyawarahnya adalah orang yang dipercaya”. (HR. Abu Daud, Ibnu Majah)
Hadits ini mengisyaratkan bahwa ahli syura (peserta musyawarah) haruslah yang amanah, karena hanya orang-orang yang amanah sajalah yang dapat dipercaya, dipercaya aqidahnya, dipercaya kebijakannya, dipercaya ilmunya dan dipercaya niatnya hanya untuk kemaslahatan semata-mata, dan mengharapkan ridho Allah Swt. Dengan demikian maka peserta musyawarah adalah para ulama, yaitu para ilmuwan yang benar-benar mengerti tentang materi yang menjadi bahasan, bertaqwa dan takut kepada hukum Tuhan, bijaksana dalam memutuskan suatu urusan, dan berkeinginan yang baik untuk umat secara keseluruhan.Setelah UUD 1945 diganti, Utusan Golongan yang mewakili para ahli dihapus sehingga peserta musyawarah hanyalah para politisi yang mengandalkan suara mayoritas
Pengambilan keputusan
Musyawarah yang memiliki nuansa religius dan sesuai tuntunan Allah Swt telah bergeser dengan vooting sehingga sebelum sidang, yang diperhitungkan adalah dukungan 50% tambah satu, bukan baik dan buruknya secara argumentatif yang tidak bertentangan dengan hukum Tuhan.
Untuk pengambilan keputusan berdasarkan suara mayoritas, Allah berfirman:
dan jika kamu menurut kebanyakan orang-orang di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah (padahal jalan Allah adalah jalah terbaik), mereka tidak lain hanyalah mengikuti prasangka belaka dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (Al An’aam: 116).
Mengukur kebenaran dengan mayoritas suara manusia, hanyalah kebenaran yang penuh prasangka dan dusta, dalam kondisi penuh prasangka dan dusta, Rasulullah saw, bersabda:Akan tiba nanti kepada umat manusia, masa-masa yang penuh tipudaya. Pendusta dianggap jujur, jujur dianggap pendusta, khianat dianggap amanah, amanah dicap khianat. Dan mulai angkat bicara para Ruwaibidhah!. Ada yang bertanya: “Siapa itu Ruwaibidhah ?”. Beliau menjawab: “Orang dungu sok bicara tentang urusan orang banyak” (HR. Ibnu Majjah, Al Hakim, Ahmad).
Seperti, kampanye saat ini lebih didominasi oleh panggung gembira yang hanya menghasilkan prasangka dan dusta, karena juru bicaranya, terkadang justru yang tidak tahu apa-apa. Karena itu tidaklah mengherankan, jika pemimpin yang muncul dari kampanye model masa ini, bukanlah yang ahli dan terbaik, akan tetapi sekedar populer, sehingga sulit dibedakan antara politisi dan selebriti.
Unjuk Rasa
Gerakan unjuk rasa tidak dikenal dalam Islam, karena Rasulullah saw bersabda:
“Barangsiapa yang ingin menasihati penguasa maka janganlah melakukannya dengan terang-terangan di hadapan umum. Akan tetapi dengan cara mengambil tangan penguasa tersebut dan menyendiri. Jika ia menerimanya maka inilah yang diharapkan, jika tidak menerimanya maka ia telah melakukan kewajibannya.” (HR. Ahmad, Ibnu Abi Ashim, Al Hakim, Baihaqi. Dari Abu Hurairah Dishahihkan Al Albani dalam Adz Dzilal).
Kemudian: “Kelak akan terjadi para penguasa dan mereka mengumpul-ngumpulkan harta (korupsi.).” Maka kami bertanya : “Maka apa yang engkau perintahkan kepada kami?” Beliau menjawab : “Tunaikanlah baiat yang pertama, tunaikanlah hak-hak penguasa, sesungguhnya Allah akan bertanya pada mereka atas apa-apa yang mereka lakukan terhadap kalian.” (HR. Bukhari-Muslim).
Unjuk rasa adalah konsepsi strategis buatan kaum materialis, untuk mengetahui keinginan dan kekuatan pengunjuk rasa lalu membuat perkiraan antisipasinya, jika unjuk rasa itu jadi anarkhis, maka dapat dijadikan dalih untuk mengambil tindakan hukum. Sehebat apapun unjuk rasa tidak memiliki legalitas. Betapa banyak unjuk rasa di dunia ini, seperti anti Yahudi, anti Amerika dan yang sejenisnya, tetapi tidak membuat Yahudi berhenti beraksi, juga Amerika tetap saja dengan gayanya sebagai polisi dunia.Jihad di dalam Islam adalah bersabar menerima keadaaan dan memohon pertolongan Allah, seperti umat Islam pada periode Mekah sebelum hijrah, atau berperang jika diserang dengan tetap mengharap pertolongan Allah seperti pasukan muslimin pada periode Madinah setelah hijrah.
Jihad itu benar, menegakkan syariat itu juga benar akan tetapi untuk menegakkannya, harus dengan cara yang benar, kebenaran itu hanya yang datangnya dari Allah dan Rasul-Nya, karena itu untuk menegakkan syariat Islam dengan sebenarnya, janganlah dengan cara yang membuat Allah tidak suka. Boleh jadi, bencana silih berganti tiada henti, seperti yang dialami bangsa ini sejak UUD 1945 diganti, karena rahmat Allah tidak berpihak lagi kepada bangsa ini. Dan boleh jadi pula, sebagai goncangan kuat bagi umat Islam Indonesia, baik politisinya maupun pejabat negara, agar terbangun dari lelapnya lalu bangkit dan kembali kepada tuntunan yang datangnya dari Allah Swt.
Karena itu, kembali kepada Pancasila dan UUD 1945 adalah jihad kita, jihadnya umat Islam Indonesia. Berpegang teguhlah kepada tuntunan Allah Swt, agar bangsa ini bermartabat dan tidak gila. Karena mereka yang gila, gila kuasa, gila dukungan suara, gila harta berbagai kegilaan lainnya, hanyalah karena terbuai ajaran buatan manusia, yang penuh rekayasa dan dusta.
Sesuai janji Allah Swt, pada saatnya kita akan melihatnya, siapa yang sebenarnya gila. Dan ternyata saat ini sudah ditampakkan di depan mata, betapa banyak pemimpin, politisi dan pejabat negara, bahkan ada juga yang dipanggil ustad atau kyai, yang tidur di penjara, segala puji hanya Bagi Allah Swt.
(Siswa Supriyatna/ Almamater edisi Juni)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar