21 Juli, 2008

Sekolah Kejuruan Teknik Kian diminati


“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah pendahulunya, para pahlawan yang telah membangun negeri ini”.

Redaksi Almamater mencoba mengulas sejarah Pendidikan teknik dan kejuruan di Indonesia yang dilangsir dari berbagai sumber.

Pendidikan teknik dan kejuruan selama ini masih banyak dipandang sebelah mata. Mereka yang belajar disekolah teknik kejuruan biasanya karena merasa “terpaksa”, tak ada pilihan lain setelah tak diterima disekolah umum. Walaupun tidak sedikit pelajar yang benar-benar menjadikan pendidikan teknik dan kejuruan sebagai pilihan hidup, cap sebagai sekolah pinggiran masih melekat di masyarakat.

Seiring dengan perkembangan zaman, sekolah teknik dan kejuruan kini diminati masyarakat dan tak kalah favoritnya dengan sekolah umum. Bahkan sekolah teknik seperti teknik mesin, listrik, otomotif, dan penerbangan yang selama ini dianggap tabu bagi wanita, kini mulai banyak digemari. Wanita kini tidak merasa risih lagi menggeluti bidang mesin, listrik atau otomotif.

Namun apabila kita menilik sejarah pendidikan teknik dan kejuruan, sejak masa penjajahan, bidang ini sudah banyak diminati masyarakat. Perhatian dan kepedulian pemerintah membuat pendidikan teknik dan kejuruan mencatat perkembangan yang pesat.
Sejarah pendidikan teknik dan kejuruan di Indonesi diawali dengan didirikannya Ambacht School van Soerabaja tahun 1853 oleh pihak swasta. Sekolah ini terutama ditujukan untuk laki-laki keturunan Eropa khususnya Belanda, dari golongan miskin yang tinggal di Hindia Belanda ketika itu.

Pada akhir abad ke-19 pemerintah Hindia Belanda mendirikan suatu lembaga pendidikan di Jakarta dengan nama Ambacht Leergang. Kemudian pada tahun 1901 dilanjutkan dengan pembukakan lembaga pendidikan bernama Koningin Welhelmina School (KWS) yang para siswanya terdiri atas tamatan Europeese school yang diperuntukan khusus untuk orang-orang Eropa.

Pendidikan teknik dan kejuruan tingkat pertama di Indonesia menjelang akhir masa pejajahan Belanda hingga masa pendudukan Jepang (1942-1945) terdiri atas: Ambacht Leergang, yang mempersiapkan pekerja-pekerja tukang, Ambacht School, yang memberikan latihan yang lebih tinggi, dan Technische School, yang memberikan latihan yang lebih tinggi dan bersifat teoris.

Ketiga jenis lembaga pendidikan teknik dan kejuruan ini tetap bertahan sesudah Indonesia merdeka dengan mengalami perubahan-perubahan nama dan disini terdapat beberapa perubahan kurikulum. Perkembangan jumlah sekolah berjalan pesat sesuai dengan menigkatnya minat para pemuda untuk menuntut pengetahuan teknik dan kejuruan.
Pada masa kemerdekaan, Ambacht Leergang dikenal dengan Sekolah Pertukangan (SPT), Ambacht School menjadi Sekolah Pertukangan Lanjutan (SPL), dan Technische School sebagai Sekolah Teknik (ST), sedangkan THS menjadi Institut Teknologi Bandung(ITB).

Lama pendidikan SPT adalah 2 tahun setelah SD 6 tahun. SPL adalah 1 tahun setelah SPT , SPT adalah 4 tahun yang kemudian menjadi 3 tahun setelah SD. Lembaga pendidikan teknik dan kejuruan berkembang menjadi lembaga pendidikan kejuruan yag mempunyai peran sentral dalam penyediaan tenaga tukang yang terampil dan teknisi tingkat pertama. Jurusan-jurusan yang dibuka pada lembaga pendidikan teknik tersebut didasarkan atas penggolongan jabatan (job description) dan analisis pekerjaan (job analysis) beserta persyaratan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO).

Dengan melihat sejarah tersebut, berarti sekolah teknik dan kejuruan baru dibuka 317 tahun setelah pertama yang didirikan oleh Portugis dan 246 tahun setelah sekolah pertama didirikan oleh VOC/ Belanda.

Dengan demikian, hingga saat ini sekolah kejuruan di Indonesia telah berusia 1,5 abad. menjelang berakhirnya kekuasaan Belanda, pada tahun 1940 terdapat sekitar 88 sekolah kejuruan di Indoneasia dengan 13.230 siswa, umumnya dalam bidang pertukangan, teknik, dan pertanian.

Sejak kemerdekaan hingga sekarang, pendidikan teknik dan kejuruan berkembang pesat. Saat ini , terdapat 4.200 SMK dengan siswa 2,1 juta orang atau 35% dari total populasi siswa SLTA. Karena berhadapan langsung dengan dunia kerja, sepanjang sejarahnya sekolah ini sangat dinamis, terbukti dari kurikulum yang sering diperbarui dan banyaknya inovasi yang diluncurkan untuk membuat sekolah ini lebih relevan dengan kebutuhan dunia kerja. Bahkan, nomenklatur sekolah pun berubah-ubah, kadang-kadang membigungkan.

Untuk itu, reposisi pendidikan teknik dan kejuruan harus dilakukan sebagai upaya penataan kembali konsep, perencanaan dan implementasinya untuk meningkatkan mutu SDM yang mengacau kepada trand kebutuhan pasar kerja.Reposisi pendidikan teknik dan kejuruan dilakukan melalui langkah penataan ulang sistem pendidikan dan pelatihan teknik dan kejuruan secara menyeluruh.

Pada tahap awal, perlu dilakukan penataan ulang terhadap SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) sebagai lembaga diklat kejuruan yang sudah ada di hampir semua Kabupaten/kota.Penataan ulang ini merupakan upaya untuk menata kembali seluruh sistem diklat kejuruan. baik yang diselengarakan pada jalur pendidikan formal maupun non formal. Penataan ulang dalam rangka meningkatkan mutu, efisiensi, dan relavansi diklat kejuruan dengan tuntutan pembangunan wilayah serta kaitannya dengan perencanaan tenaga kerja yang dapat memacu pertumbuhan ekonomi.Dengan penataan kembali sistem pendidikan teknik dan kejuruan diharapkan sejarah pendidikan teknik dan kejuruan tidak menjadi mata rantai yang terputus yang akn dilupakan generasi mendatang.
(Budi.sd) (Disarikan Dari berbagai sumber/Sejarah pendidikan teknik dan kejuruan Indonesia, Depdiknas)

Tidak ada komentar: